Home » » Berbisnis dalam Terminologi al-Qur’an

Berbisnis dalam Terminologi al-Qur’an

Berbisnis dalam Terminologi al-Qur’an
Harus diakui bahwa motivasi memperoleh imbalan atas ibadah yang dilakukan baik keterhindaran dari neraka maupun perolehan surge, kendati tidak dilarang oleh al-Qur’an dan Sunnah, tetapi ia bukanlah motivasi tertinggi. Betapapun, pada akhirnya kita dapat berkata bahwa “berbisnis” dengan Allah bukanlah sesuatu yang terlarang, kalau enggan berkata ia dianjurkan oleh-Nya. Bukankah al-Qur’an menggambarkan hubungan take and give antara Allah dan manusia? QS. at-Taubah [9]: 104 menyatakan :
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima taubat (member pengampunan) kepada hamba-hamba-Nya dan (sebagai imbalannya) dia menerima sedekah/zakat dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang?’.
Bukankah al-Qur’an dan Sunnah menggunakan kata-kata yang digunakan dalam dunia bisnis untuk menggambar interaksi/muamalah dengan Allah? Perhatikan firman-Nya dalam QS. at-Taubah [9] :111;
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan surge untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh dan terbunuh. (itu telah menjadi) janji atas dirinya-Nya, yang benar, di dalam taurat, injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”
Perhatikanlah kata-kata yang penulis garis bawahi di atas. Bukankah ayat ini menunjukan bahwa telah terjadi bisnis, jual beli antara orang-orang mukmin dengan Allah? Bukankah ayat di atas menunjukkan bahwa Allah “membeli” jiwa raga dan harta orang beriman untuk berbisnis dengan Firman-Nya :
Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku menunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang menyelamatkan kamu dari siksa yang pedih?”
Anda biasa berkata “keselamatan dari siksa” yang dijanjikan oleh ayat di atas bukanlah sesuatu yang menggiurkan para pendagang. Dengan kata lain, tidak rugi bukanlah harapan mereka; yang mereka harapkan keuntungan. Itu benar, karena itu lanjutan ayat di atas setelah menegaskan “jenis barang/jasa” yang diminta, menegaskan lebih jauh harga yang akan dibayarkan yakni :
“Kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dengan harta-harta dan jiwa-jiwa kamu dijalan Allah. Yang demikian itu baik buat kamu juka kamu mengetahuinya. Dia mengampuni buat kamu dosa-dosa kamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai dan tempat-tempat tinggal yang baik, di surge-surga “And. Itu adalah keberuntungan yang besar. Dan yang lain yang kamu menyukainya : Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat, dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang Mukmin” (QS. ash-Shaff [61] : 11-13)
Ayat 11 adalah barang/jasa yang diminta sedang ayat 12 dan 13 adalah harga yang akan dibayarkan.
Sekian banyak juga hadist Nabi Muhammad saw. Yang menggunakannya, hanya boleh jadi kurang dipahami atau tidak diperhatikan pengucap atau pendengar. Salah satu penggalan doa paling populer yang dibaca sambil berkeliling Ka’bah adalah permohonan memperoleh “perdagangan (dengan Allah) yang tidak merugi”. Di samping bertebaran juga ada rangsangan yang dikemukakan-Nya guna mengajak menusia berbisnis dengan-Nya.
Bukan hanya itu! Perhatikanlah ayat-ayat berbicara tentang al-Qur’an dan fungsi-fungsinya. Ambilah sebagai contoh awal surah al-Baqarah [2] : 1-2. Disana Allah berfirman : “Alif Lam Mim. Itulah (al-Qur’an) kitab sempurna, tidak ada keraguan di dalamnya, dia adalah petunjuk bagi orang-orang berkata.” Anda berkata bahwa ayat ini “mempromosikan al-Qur’an”. Allah menyatakan sebagai kitab sempurna. Dia menjamin kebenarannya, jaminan yang serupa dengan apa yang pebisnis dinamai dengan relability product guarantee sambil menyebut manfaatnya sebagai petunjuk dan menyebut pula siapa yang dimanfaatkannya. Bukankah ini serupa dengan apa yang dilakukan oleh pebisnis, atau dapat juga dikatakan bahwa ini adalah pengajaran kepada setiap yang berminat melakukan jual beli baik jasa maupun barang untuk menempuh hal serupa dalam melakukan bisnisnya. Di samping itu, ada juga tempat-tempat dan waktu-waktu dimana sale diadakan, yakni memperoleh sesuatu yang berharga dengan pembayaran yang sangat murah. Ada bulan Ramadhan, ada Lailatul Qadr, ada tempat suci- Mekkah, Madina, Masjid al-Aqsa, dan lain-lain. Dimana siapa yang berada pada waktu atau tempat-tempat itu, ia dapat memperoleh anugerah yang tidak dapat diperolehnya pada waktu dan tempat lain.
Dalam ajakan berbisnis dengan manusia, Allah menggunakan juga apa yang dinamai promotor atau katakanlah salesman yagn bertugas menjelaskan dengan lemah lembut dan simpatik apa yang dijual bahkan menunjukkan secara gambling manfaat dan keistimewaan apa yang ditawarkan. Promotor utama atau pemimpin para salesman itu adalah nabi yang diutus Tuhan kepada masyarakat. Ada juga yang mirip dengan apa yang dinamai oleh pebisnis Letter of Credit. Ia adalah bukti-bukti yang menyakinkan baik berupa mukjizat maupun keistimewaan yang melekat pada utusan-utusan-Nya itu. Memang, bukti yang menjamin terlaksananya jual beli itu bukan dari pihak ketiga (bank), tetapi ia lebih menyakinkan daripada apapun yang bersumber dari manusia.
Selanjutnya, seperti halnya berbisnis dengan sesame manusia. Berbisnis dengan Allah pun mengandung resiko, yang bersumber bukan dari Allah tetapi dari yang berinteraksi dengan-Nya. Resikonya adalah tertolaknya komoditi (amalan) yang anda tawarkan karena tidak memenuhi kualifikasi yang ditentukan-Nya akibat rayuan setan atau ulah nafsu. Semua manusia dapat berdosa atau salah. Untuk itu hati dan pikiran perlu dikelola agar tidak terjerumus dalam dosa dan kesalahan. Salah satu pesan penting Allah adalah :
“Dan milik Allah apa yang dilangit dan apa yang dibumi. Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat disebabkan apa yang telah mereka kerjakan dan member balasan kepada orang-orang yagn berbuat baik dengan yang lebih baik. (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa nesar dan perbuatan keji tetapi (hanya melakukan) kesalahan-kesalahan kecil, sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui kamu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih berupa janin dalam perut ibu; maka janganlah kamu menyatakan diri kamu suci, Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” (QS. an-Najm [53]: 31-32)
Dalam berbisnis, dibutuhkan juga kewaspadaan, waspada terhadap diri, mitra bisnis, dan pihak ketiga yang bermaksud merugikan. Dalam berbisnis dengan Allah hal srupa pun ditemukan.
Manusia adalah mahluk lemah. Unsur tanah dalam kejdiaanya seringkali menjadikan ia lengah sehingga tergelincir dalam kesalahan, dosa, atau lupa dan tidak jarang berbangga dan lupa diri ketika meraih sukses. Karena itu, Allah mengingatkan agar jangan lupa daratan, bahkan jangan memuji dan menyucikan diri (QS. an-Najm [53] : 32)
Jangan percaya bahwa anda telah beruntung kalu beruntung baru diatas kertas! Kita tidak tahu persis apa yang disembunyikan oleh hari-hari mendatang. Nabi saw. Juga berpesan agar hati-hati dengan ulah hati dan pikiran yang bisa saja terjerumus dalam pamrih yang dilukiskan saat menyentuh hati bagaikan semut hitam yang berjalan perlahan diatas batu yang licin ditengah gelapnya malam, “ yakni tidak terasa dan terlihat sama sekali. Itulah salah satu resiko bisnis dengah Allah swt. Dan itu pulalah yang harus diminimalkan dengan kewaspadaan. Karena itu diperlukan apa yang diistilahkan oleh agama dengan mubaroqah yakni selalu awas dan mawas diri. Nabi saw. Pun yang berinteraksinya dengan Allah demikian harmonis, tetap saja, beristigfar setiap haritidak kurang dari tujuh puluh kali, bahkan seratus kali dalam sehari (HR. Bukhari dan Muslim)
Pihak ketiga yang perlu diwaspadai dalam konteks berbisnis dengan Allah adalah setan. Kenginginan antara lain dalah merugikan anda sebesar mungkin, dan kalau itu tidak dapat diraihnya, maka cukup kerugian kecil, dan kalaupun tidak berhasil, maka ia akan berusaha agar anda tidak memperoleh keuntungan. Karena itu al-Qur’an memperingatkan tentang kewaspadaan terhadap langkah-langkah setan. Sekali waktu dia merayu, megiming-imingi, dan dikali lain mengancam dan menakut-nakuti :
“Setan menjanjikan (menakut-nakuit) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan, sedang Allah menjanjikan untuk kamu ampunan dari-Nya dan karunia.” (QS. al-Baqarah [2]: 268).
Kewaspadaan kepada Allah dalam konteks berbisnis dengan-Nya adalah dengan menyadari bahwa Dia Maha Kuasa : “Tidak seorangpun yang masuk surge dengan amalannya, walau Rasulullah masuk ke surga semata-mata hanya karena anugerah-Nya.” Demikian penjelasan Nabi saw.
Dalam dunia manusia tidak semua orang dapat berhadapan muka dengan muka, apalagi berinteraksi dengan penguasa tertinggi satu Negara. Tidak semua manusiajuga dituntut tanggung jawabnya; anak kecil; yang tidak tau; bodoh; gila, adalah golongan yang terbebaskan dari tanggung jawab
Buku : Berbisnis Dengan Allah
Pengarang : M. Quraish Shihab

0 komentar:

Posting Komentar